Belajar Dari Hilarry

Written by Safari Indra, SE

Pemilihan Umum untuk memilih presiden Amerika Serikat sebentar lagi akan dilaksanakan. Pemilu yang akan mempertemukan dua kandidat dari dua partai besar yaitu Barrack Obama dari Partai Demokrat dan John Mc Cain dari Partai Republik ini telah menyita perhatian dunia. Berbeda dengan konvensi yang dilakukan partai Republik yang kemudian memilih John Mc Cain sebagai calon presiden, konvensi partai demokrat lebih menyita perhatian publik dunia. Hampir seluruh surat kabar di dunia termasuk Indonesia selalu mengikuti perkembangan konvensi di partai tersebut dari mulai pemilihan awal di seluruh negara bagian hingga hasil akhirnya.

Konvensi ini sangat menarik karena mempertemukan dua tokoh partai yaitu Barrack Obama yang berkulit hitam dan Hillary Clinton yang merupakan istri mantan presiden AS, Bill Clinton. Pada pemilihan awal untuk memperolah dukungan dari negara-negara bagian, kedua tokoh telah memperlihatkan persaingan yang sangat ketat. Adu argumentasi, saling kritik bahkan sampai isu rasial pun muncul hingga menghasilkan perolehan suara yang tipis perbedaannya. Kedua kubu berlomba untuk saling mengungguli satu sama lain. Barrack Obama unggul di beberapa negara bagian begitu pula dengan Hillary. Namun hingga akhir penghitungan ternyata rakyat Amerika lebih memilih Barrack Obama sebagai kandidat presiden dari partai demokrat.

Melihat kekalahan ini sikap kenegarawanan pun muncul dari Hillary Clinton. Ia mengakui kekalahannya sebagai realita politik dan tidak hanya itu ia pun mengajak pendukungnya untuk bersama mendukung Barrack Obama. Sesuatu yang menurut hemat saya luar biasa!
Pembelajaran Yang Baik

Peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat terutama yang ditunjukkan oleh Hilary Clinton merupakan pembelajaran yang baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia yang sedang berkembang. Sebuah langkah sportif dan legowo tidak hanya terucap dalam ikrar damai siap kalah menang tetapi langsung dibuktikan dalam tindakan nyata. Sikap legowo tanpa dendam menerima apapun hasilnya setelah berjuang mati-matian untuk memperoleh kemenangan menunjukkan kedewasaan dalam berpolitik. Kalau kita perhatikan sejatinya itulah sikap yang ideal dalam berpolitik.

Di tanah air kita masih melihat banyak hal yang bertentangan dengan semangat tersebut. Di beberapa daerah yang sedang melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung misalnya banyak terjadi persengketaan hingga terjadi kerusuhan yang berkepanjangan karena ketidakdewasaan para elit dalam berpolitik. Ikrar damai siap kalah menang agaknya hanya sebagai simbol tertulis saja belum merasuk ke dalam semangatnya alias hanya siap menang namun belum siap kalah.

Hal ini dapat dipahami karena sebagian para elit politik kita dalam memperoleh kekuasaannya masih menggunakan kekuatan materi daripada kinerja dan visinya, sehingga ketika mengalami kekalahan ia pun menderita kerugian yang sangat besar layaknya pebisnis yang melihat bisnisnya hancur. Hal ini dapat terlihat pada salah seorang calon kepala daerah yang tidak mampu menerima kekalahannya ia pun mendadak mengalami gangguan jiwa. Di Maluku Utara misalnya, karena ketidakdewasaan berpolitik para elitnya telah menimbulkan persengketaan yang berkepanjangan. Tidak hanya proses hukum yang tidak kunjung selesai, kedua kubu pun tidak bisa menahan diri untuk saling serang secara fisik hingga rakyatlah yang menjadi korban. Sama halnya yang terjadi di Tuban, Jawa Timur beberapa tahun lalu. Akibat tidak dapat menerima kekalahan telah membuat kerusuhan yang besar hingga membakar kantor bupati di kota tersebut. Terakhir yang terjadi di Sumatera Selatan kita masih bisa melihat kejadiannya.

Sebuah sikap politik yang tidak santun telah ditunjukkan oleh para elit bangsa yang disebut bangsa timur yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, bangsa yang berbudaya yang selalu mengembangkan sikap silih asah, silih asih dan silih asuh. Namun tidak semua elit politik di negeri ini bersikap seperti itu. Di Depok Jawa Barat misalnya, setelah terjadi sengketa pilkada akhirnya kedua kubu bisa menyelesaikannya secara damai.

Hillary Clinton, seorang istri mantan presiden Amerika Serikat dan tokoh politik telah menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang demokrat sejati. Tidak hanya kali ini ia menunjukkan sikap kebesarannya. Sikap legowo pun pernah ditunjukkannya ketika terkuak kasus perselingkuhan suaminya Bill Clinton dengan Monica Lewinsky beberapa tahun silam. Ia mampu memaafkan suaminya dan tetap setia mendampinginya meskipun harus berjuang keras mengalahkan perasaannya sebagai seorang wanita biasa. Tapi sekali lagi itulah kebesaran Hillary Clinton.

Kemampuannya menerima realita dan ketepatannya bersikap telah mengundang simpati dari banyak penduduk dunia bahkan di Indonesia telah menempatkannya sebagai salah satu dari 10 tokoh dunia yang paling dikagumi menurut survei salah satu stasiun TV swasta di negeri ini. Sudah sepatutnya kita memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Hillary dan selayaknyalah ini menjadi pembelajaran berpolitik yang baik.

Jangan-jangan “iblis” juga bisa berbuat baik?

Apa yang terjadi di negara Amerika Serikat sana patut kita renungkan kembali. Di saat ada beberapa kalangan di negeri ini yang berpikiran sempit dengan menganggap Amerika sebagai “negara kafir tempat berkumpulnya iblis” ternyata masih kita dapatkan hal-hal yang sangat positip. Sedangkan di negeri ini yang dikatakan sebagai negeri yang beradab, yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur masih banyak terdapat kasus yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai tersebut (meskipun kita tidak bisa me- generalisasinya). Kasus persengketaan pilkada, perbedaan paham, perbedaan keyakinan tidak sedikit yang harus diselesaikan dengan cara kekerasan yang tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi.

Apalagi kalau sudah menggunakan atribut agama untuk menjustifikasi kekerasan. Terus dimanakah sikap kebesaran kita sebagai bangsa yang beragam untuk menerima setiap perbedaan?

Hillary Clinton seorang warga Amerika Serikat telah dengan cantik memainkan peranannya sebagai politisi. Ia mampu mengesampingkan ambisinya untuk meraih kekuasaan karena melihat kepentingan bangsa yang lebih besar yang harus diperjuangkan. Atau jangan-jangan iblis juga bisa berbuat baik? Lalu bagaimana dengan manusia? Begitu kata Mas Slamet. Kita harus belajar dari Hillary

Tidak ada komentar: